Batasan Melihat Perempuan Non/Bukan Mahram

Batasan Melihat Wanita Non/bukan Mahram
Oleh: Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah

Apakah sanggup dipahami bahwa maksud dari keharaman memandang perempuan ajnabiyyah (non mahram) ialah memandang wajahnya ditambah dengan memandang auratnya, ataukah yang diharamkan memandang auratnya saja?

Jawab:

“Yang diharamkan tidak hanya memandang auratnya, bahkan seluruhnya dilarang.” Demikian tanggapan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah. Beliau lanjutkan: “Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُ فُرُوْجَهُمْ…

“Katakanlah kepada pria yang beriman (kaum mukminin): “Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan mereka….” (An-Nur: 30)

Sekalipun perempuan itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya dari melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, perempuan diperintahkan menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ…

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman (kaum mukminat): ‘Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)

Apabila seorang wanita berjalan di pasar, ia melihat laki-laki, melihat gelang yang digunakan laki-laki, melihat wajah mereka, tangan dan betis mereka, ini memang bukan aurat laki-laki. Namun bersamaan dengan itu, si perempuan harus menundukkan pandangannya walaupun si lelaki tidak membuka auratnya. Karena hal ini merupakan epilog jalan menuju kerusakan (saddun lidz-dzari’ah). Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan dari melihat wajah-wajah perempuan yang mungkin terbuka, demikian pula dikala Dia memerintahkan para perempuan untuk menundukkan pandangan mereka dari melihat laki-laki, bukanlah alasannya ialah permasalahan yang berkaitan dengan aturan syar’i ihwal aurat semata. Namun semuanya itu menegaskan ditutupnya jalannya menuju kerusakan. Karena dikhawatirkan kalau si lelaki memandangi wajah seorang perempuan lantas mengagumi kecantikannya, akan menyeret si lelaki kepada perbuatan nista. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا…

“Sesungguhnya Allah memutuskan atas anak Adam bagiannya dari zina2…”

Demikian pula perempuan diperintahkan menundukkan pandangannya dari lelaki alasannya ialah khawatir ia akan terfitnah dengan keelokan wajah si lelaki, besarnya ototnya, lurusnya lengannya dan bagian-bagian badan lain yang sanggup menciptakan fitnah. Maka datanglah perintah yang melarang masing-masing jenis dari melihat lawan jenis (yang bukan mahramnya) dalam rangka menutup jalan menuju kerusakan. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.” (Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 461-462)

Footnote:

2 Haditsnya secara lengkap adalah:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah memutuskan atas anak Adam bagiannya dari zina, beliau akan mendapatkannya, tidak sanggup tidak. Maka zina mata ialah dengan memandang (yang haram), dan zina verbal ialah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظْرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلإِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانِ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak sanggup tidak. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua pendengaran itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluanlah yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.”

Sumber

(Majalah Asy Syariah, Vol. III/No. 27/1427H/2006, kategori: Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 87-88. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=394)

0 Response to "Batasan Melihat Perempuan Non/Bukan Mahram"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel