Paper Towns [Kota Kertas]

Judul: Kota Kertas
Judul asli: Paper Towns
Pengarang: John Green
Penerjemah: Angelic Zai Zai
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Gramedia Penerbit Utama
Diterbitkan pertama kali: 2014
Jumlah halaman: 360hlm
==

Saat Margo Roth Spiegelman mengajak Quentin Jacobsen pergi tengah malam––berpakaian menyerupai ninja dan punya daftar panjang rencana pembalasan––cowok itu mengikutinya. Margo memang suka menyusun rencana rumit, dan hingga kini selalu beraksi sendirian. Sedangkan Q, Q bahagia kesannya sanggup berdekatan dengan gadis yang selama ini hanya sanggup dicintainya dari jauh tersebut. Hingga pagi tiba dan Margo menghilang lagi.

Gadis yang semenjak dulu merupakan teka-teki itu kini jadi misteri. Namun, ada beberapa petunjuk. Semuanya untuk Q. Dan pemuda itu pun sadar bahwa semakin ia akrab dengan Margo, semakin ia tidak mengenal gadis tersebut.

Jadi…

Novel ini merupakan novel tunggal John Green yang pertama-kali kubaca. Sebenarnya, saya sudah tahu novel ini semenjak usang namun tidak mempunyai niat untuk membacanya (atau membelinya) hingga akhirnya, film pembiasaan dari buku ini tayang. Jadi, saya gres membacanya sehabis menonton filmnya.

Novel ini mengisahkan wacana Quentin Jacobsen, anak Sekolah Menengan Atas simpulan yang biasa-biasa saja dan bertetangga dengan gadis berjulukan Margo Roth Spiegelman yang—menurutnya dan menurutku—luar biasa. Saat mereka masih kecil dan menggemaskan, mereka sanggup dikatakan sangat dekat. Hingga suatu hari ketika mereka berumur sembilan, mereka berdua yang sedang bersepeda santai menemukan mayit seorang laki-laki di akrab danau. Quentin, yang waras dan penakut dan agak paranoid, sudah bersiap kabur. Tapi kemudian ia memikirkan Margo, jadi ia mengurungkan niatnya. Setelah berhasil membujuk Margo untuk pergi, Quentin berusaha sebaik mungkin untuk melupakan bencana itu, ia tidak mau terlibat dalam problem itu. Margo sebaliknya, ia menilik kasus itu hingga kesannya ia menerima jawaban wacana simpulan hidup laki-laki itu.

“Kurasa mungkin saya tahu sebabnya,” katanya akhirnya.

“Apa?”

“Mungkin semua senar dalam dirinya putus.”

Tadinya, saya agak berharap jikalau novel ini jadi horor-thriller gitu :c. Tapi, menyerupai biasa, realita enggak pernah sesuai dengan harapan. Lagipula menurutku, John Green enggak cocok dengan novel bergenre horor/thriller (( ampun )).

Nah, jadi, ketika SMA, Quentin dan Margo enggak sedekat menyerupai ketika mereka kecil. Margo berubah jadi Margo Roth Spiegelman yang populer, cewek beken, disukai banyak orang dan pengelana. Margo punya pacar yang cakep dan populer, teman-teman populer, dan cerita-cerita petualangannya yang populer. Sementara Quentin hanyalah anak Sekolah Menengan Atas biasa, yang normal dan hampir-hampir jadi golongan tertindas. Q—nama panggilan Quentin—punya sahabat yang biasa-biasa saja yaitu Radar dan Ben.

Q yang sudah bertahun-tahun diabaikan Margo, terkejut ketika suatu malam Margo tiba-tiba saja muncul di jendela kamarnya, dan mengajak Q untuk melaksanakan ‘petualangan tengah malam’ ala Margo. Walau sempat ragu pada awalnya—Q memang paranoid parah—dia kesannya mau juga. Tapi sehabis itu, Margo hilang—atau kira-kira, berdasarkan Q begitu.

Yah, berdasarkan saya sih, Paper Towns ini ceritanya rada gimana-gitu. Agak bertele-tele. Terus Q-nya juga egois banget. Dia cuma mikirin dirinya sendiri dan maksa teman-temannya buat ikut. Jadinya, saya baca buku ini sambil ngedumel mulu. Padahal, Q sendiri yang bilang jikalau Margo mungkin aja enggak mau ditemuin, tapi ia keukeuh buat nyari Margo. Kalau enggak ada si konyol Ben, mungkin saya sudah stop baca di pertengahan.

Endingnya juga enggak memuaskan. Q menemukan Margo (yang menyerupai asumsi Q, memang enggak mau ditemukan) kemudian mereka bertengkar dan diakhiri dengan ciuman. Maksudku kayak, APAAN DAH. Makanya, saya lebih suka ending di film, dimana sehabis menemukan Margo, Q balik ke teman-temannya dan ikut prom (yang ia benci banget). Sementara di buku, mereka prom dulu gres nyari Margo.

Aku sudah pernah bilang jikalau tokoh utama di buku-buku John Green semuanya egois, dan itu benar (yah, setidaknya menurutku). Makanya, saya sebal banget sama Q (maaf ya). Tapi, saya cukup menikmati kisah ini, kok. Karna, menyerupai biasa, yang ditonjolkan John Green bukanlah kisah asmara si tokoh utama, melainkan persahabatannya. Dan persahabatan Q, Radar dan Ben sukses bikin saya terharu dan tidak mengecewakan baper. Dan ya, Paper Towns mengajarkan bahwa: di dunia ini enggak ada yang tepat dan enggak ada kenyataan yang sesuai dengan impian atau khayalan kita. Itu yang saya rasa merupakan poin utama Paper Towns. Jadi, saya akan memberi tiga tengkorak untuk Paper Towns.

skl3

Kutipan-kutipan

–“Menurut pendapatku, semua orang menerima satu keajaiban” – Q.

–“Margo menyukai misteri semenjak dulu. Dan dalam semua hal yang terjadi setelahnya, saya tidak pernah sanggup berhenti berpikir bahwa jangan-jangan karena terlampau menyukai misteri, ia pun menjadi misteri” – Q.

–“Aku tidak percaya prom” – Q.

–“Besok tidak libur begitu juga sehari setelahnya, dan memikirkan itu lama-lama menciptakan seorang cewek jadi sinting” – Margo. (( yah, saya menulisnya karena ini ialah malam sekolah ))

–“Masalahnya mereka bahkan tak benar-benar pedulil mereka hanya merasa seolah kelakuanku menciptakan mereka tampak buruk” – Margo.

–“Menurutku konyol orang hanya mau berada di akrab seseorang karna mereka cantik. Mirip dengan menentukan sereal sarapan berdasarkan warna bukan rasanya” – Margo.

–“Kuberi tips ya: kamu imut jikalau sedang percaya diri. Dan tidak terlalu imut ketika sebaliknya” – Margo.

–“Yang indah dari semua ini adalah: dari sini kamu tidak sanggup melihat karat atau cat yang retak-retak atau apalah, tapi kamu tahu kawasan apa itu sebenarnya. Kau mengetahui betapa palsunya semua itu. Tempat itu bahkan tak cukup keras untuk tampak terbuat dari plastik. Itu kota kertas” – Margo.

–“Kau tahu apa masalahmu, Quentin? Kau selalu mengharapkan orang lain tidak menjadi diri mereka sendiri” – Radar.

–“Margo bukan keajaiban. Dia bukan petualangan. Dia bukan sosok yang luar biasa dan berharga. Dia hanya seorang gadis” – Q.

-nafadyas-

Sumber: https://readingordying.wordpress.com/2015/10/27/review-paper-towns-kota-kertas-john-green/

DOWNLOAD EBOOK DI SINI

0 Response to "Paper Towns [Kota Kertas]"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel