A Man Called Ove

A Man Called Ove
by Fredrik Backman

"Jika seseorang tidak punya sesuatu untuk dikatakan, ia harus mencari sesuatu untuk ditanyakan. Jika ada satu hal yang menciptakan orang lupa membenci orang lain, itu yaitu ketika mereka diberi kesempatan untuk bicara mengenai diri mereka sendiri."

Jujur, semenjak awal saya membaca novel ini, saya tidak terlalu berekspektasi apa-apa terhadap novel ini. Aku pun belum pernah membaca sebuah karya penulis asal Swedia. Namun, sesudah membaca novel ini halaman demi halaman, saya malah jatuh cinta dengan novel ini. Novel yang sederhana, namun memikat. Novel yang menyentuh dan penuh makna, saya banyak berguru dari kisah hidup Ove.

Ini ihwal kisah Ove, seorang lelaki renta yang temperamental. Ove yaitu seorang laki-laki renta yang sangat memegang teguh prinsip dan kebenaran. Ove populer kaku dan sangat tidak menolerir kalau ada yang melanggar aturan.

Mungkin kalau kita bertemu dengan orang ibarat Ove, niscaya akan membosankan. Ove ini tipikal orang yang sulit untuk dicintai, Ove yaitu seorang laki-laki hitam-putih. Ove bukanlah laki-laki yang akan memperlihatkan segala romantisme yang kau inginkan, buatnya tindakan lebih jauh berarti daripada sekedar kata-kata.

Hingga suatu hari, hidup Ove menjelma sejuta warna sesudah bertemu Sonja. Sonja, perempuan yang menciptakan seorang laki-laki hitam-putih ibarat Ove jatuh cinta. Jika melihat Ove dan Sonja mungkin terasa sekali perbedaannya, tetapi mereka saling melengkapi dan menyayangi dengan caranya masing-masing.

Namun, ketika Sonja meninggal, Ove tak lagi "hidup". Yang diinginkannya hanyalah "menyusul" Sonja. Ove pun menarik diri dari lingkungannya dan berusaha tak peduli dengan tetangga-tetangganya.

Segala upaya bunuh diri Ove selalu gagal, senantiasa ada saja yang menciptakan segala usahanya gagal. Dan ini menciptakan Ove menjadi semakin menarik diri. Namun, kehadiran tetangga barunya, sebuah keluarga kecil mengubah kehidupan Ove.

Awalnya Ove tidak peduli dengan kehadiran keluarga gres itu, tetapi perlahan-lahan Ove pun melunak dan malah terlibat dengan keluarga kecil itu. Ove memang masih tetap pemarah, tetapi jauh di lubuk hatinya, Ove ini ternyata perhatian dan penyayang. Ove juga orangnya tidak tegaan, bahkan walau kata Ove ia sangat membenci sahabatnya yang kini menjadi musuhnya, namun ketika ia akan dibawa ke panti jompo, Ove lah orang pertama yang menentang.

Diceritakan dengan alur maju mundur, sebagai pembaca saya dapat memahami abjad Ove. Masa kemudian yang keras dan didikan ayahnya, membentuk Ove menjadi langsung yang ibarat ini. Ove mungkin bukanlah laki-laki yang akan memukaumu semenjak awal, tetapi melalui perbuatan-perbuatannya, Ove sangat layak dicintai.

Novel ini pun dari segi penulisan "unik" terdiri dari bab-bab yang berisi keseharian Ove dan interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Ove yang sepanjang dongeng masih tetap konsisten dengan sifatnya yang pemarah. Setiap penggalan mempunyai kisahnya sendiri tetapi kalau disusun akan membentuk kepingan kisah kehidupan Ove.

Overall, dengan gaya bahasa humor yang sangat kental, saya dibentuk tertawa, sedih, terharu, jengkel sampai berjuta perasaan lainnya ketika membaca novel ini. Novel yang indah dan membuatku jatuh cinta sedemikian rupa. 

"Konon, lelaki terbaik lahir dari kesalahan mereka sendiri, dan mereka sering kali menjadi lebih baik setelahnya, melebihi apa yang dapat mereka capai seandainya tidak pernah melaksanakan kesalahan."

[Rizky/Goodreads]

0 Response to "A Man Called Ove"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel