Dunia Kafka

Dunia Kafka 
by Haruki Murakami,

Surreal. Itulah kata pertama yang terlintas di kepala aku saat gres saja menuntaskan buku ini. Tidak ada batasan yang terperinci antara realita, imajinasi dan dunia mimpi. Murakami seakan secara impulsif menuliskan imajinasinya tanpa filtrasi. Mungkin analogi yang sempurna untuk menggambarkan sensasi dalam membaca sebuah novel surrealis ialah menyerupai melihat lukisan Salvador Dali. Lukisan Dali bukanlah karya abnormal yang mempunyai arti sangat personal yang berdasarkan aku hampir tidak mungkin memahami karya itu tanpa klarifikasi dari penciptanya. Saya menganalogikan lukisan abnormal sebagai puisi dalam karya sastra dan aku eksklusif bukanlah penggemar puisi. Terlalu abnormal buat saya. Lukisan Dali merupakan objek yang riil tetapi dengan imajinasi yang sangat liar sehingga menjadi sangat sulit untuk mengartikannya. Dunia Kafka ialah sebuah prosa dengan bahasa yang lugas dan sederhana tetapi sekaligus sangat sulit untuk mengartikannya secara utuh.

Cerita dibentuk dalam dua alur yang terpisah yang kemudian saling bertaut di simpulan dongeng walaupun dua tokoh utama dalam dua alur dongeng tersebut tidak pernah bertemu. Dalam pemahaman saya, dongeng ini ialah perihal perjalanan pemenuhan takdir insan yang telah digariskan sebelumnya, setragis apapun itu. Predestined. Bicara perihal takdir, Murakami bercerita di atas norma-norma baik dan buruk. Salahkah Oedipus saat ia, dalam memenuhi takdirnya, membunuh ayahnya dan meniduri ibunya. Kaedah benar salah, baik jelek seakan tidak relevan dalam dongeng ini.

Membaca novel ini, mau tidak mau, aku teringat dengan sebuah karya surrealis lainnya, Blind Owl karya seorang penulis Persia, Sadeqh Hedayat. Blind Owl menggambarkan maut dengan sangat gelap. Saking kelamnya, karya ini sempat dihentikan di negara asalnya, Iran, alasannya ialah dianggap sanggup mengakibatkan kecenderungan bunuh diri kepada para pembacanya. Dunia Kafka tidaklah segelap Blind Owl. Tetapi keduanya sama-sama tragis. Dan sekali lagi, realita, imajinasi dan mimpi menjadi sangat kabur, sampai-sampai aku kesudahannya tidak perduli lagi apakah kejadian yang dialami tokoh dongeng itu riil, imajinasi atau hanya sekedar mimpi. Bukankah Wachowski bersaudara, dalam karya fiksi ilmiahnya yang populer The Matrix, telah berhasil menyentil kita bahwa mungkin saja yang kita anggap sebagai realita ialah hanyalah sebuah simulasi, sebuah mimpi buatan. Dan Freud menghabiskan waktu yang usang untuk mengambarkan kaitan antara mimpi dan dunia nyata. Terakhir, baik Dunia Kafka maupun Blind Owl keduanya sama-sama menyisakan ruang yang luas untuk interpretasi para pembacanya.


NB: I'm really looking forward to read Murakami's other works.

[Sumber ulasan: Goodreads.com]

0 Response to "Dunia Kafka"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel